Jakarta, lensafokus.id - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq memastikan akan segera mencabut sanksi administratif terhadap belasan Kerja Sama Operasional (KSO) usaha ekowisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, sebagaimana yang disampaikan langsung dalam audiensi bersama Anggota DPR RI Mulyadi serta perwakilan pengusaha dan masyarakat Bogor Selatan hari Sabtu, (18/10/2025). lalu di Jakarta.
Langkah tersebut merupakan bentuk perhatian menteri LH terhadap aspirasi masyarakat dan dunia usaha di Bogor yang selama ini terdampak oleh kebijakan penghentian sementara kegiatan ekowisata.
“Kementerian Lingkungan Hidup akan terus mendukung investasi di Kabupaten Bogor, selama selaras dengan pelestarian lingkungan. Kami mendorong para pelaku usaha untuk melakukan penanaman pohon, penataan limpasan air, dan langkah nyata agar tidak terjadi banjir di kawasan Puncak,” ujar Hanif.
Menteri LH juga menegaskan bahwa KLH tidak menutup usaha, melainkan melakukan penghentian sementara untuk memberikan efek jera sekaligus memastikan kepatuhan terhadap aturan lingkungan. “Kami tidak menutup usaha, hanya menghentikan sementara untuk mendorong pembenahan dan kesadaran bahwa ekonomi harus memperhatikan daya dukung lingkungan,” lanjutnya.

Menteri LH mengharapkan kolaborasi yang efektif antara penggiat usaha dan kementerian dalam menjaga lingkungan bersama, serta menginstruksikan para pengusaha KSO untuk segera melaporkan langkah penataan lingkungan yang telah dilakukan dan mengarahkan PTPN membenahi perizinan sesuai ketentuan undang-undang.
Perihal izin, Menteri LH juga mengarahkan para pihak pengusaha untuk memberikan laporan terkait penataan lingkungan yang sudah dilakukan dan mengarahkan PTPN untuk segera membenahi perizinan sesuai undang-undang yang berlaku.
Langkah-langkah tersebut diharapkan menjadi dasar bagi Menteri LH dalam memberikan kepastian pencabutan sanksi dalam waktu dekat, sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah untuk menegakkan keadilan lingkungan secara proporsional.
Anggota DPR RI Mulyadi memberikan apresiasi tinggi atas sikap cepat dan terbuka Menteri LH dan jajaran KLH dalam merespons aspirasi masyarakat Bogor.
Mulyadi juga mengucapkan terima kasih kepada Menteri LH yang telah mendengar suara rakyat dan bersedia untuk segera mencabut sanksi demi kepastian usaha yang selaras dengan keberlangsungan lingkungan hidup dan mendukung kolaborasi hijau di kawasan Puncak.
“Saya mengapresiasi aksi cepat Bapak Menteri dan KLH yang akan memberikan kepastian pencabutan sanksi sebelum akhir bulan ini. Ini langkah nyata pemerintah yang berpihak kepada rakyat, sekaligus menunjukkan bahwa penegakan lingkungan bisa berjalan berdampingan dengan investasi,” ujar Mulyadi.
Ia juga menekankan pentingnya pembinaan terhadap pelaku usaha agar mampu menerapkan praktik ekowisata berkelanjutan, yang bukan hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga menjaga keseimbangan alam di kawasan Puncak.
Suara senada datang dari Ketua Masyarakat Adat Puncak (MAP), Chaidir Rusly atau akrab disapa Mang Iding. Dengan nada optimistis, ia mengingatkan semua pihak agar menjaga momentum baik ini.
“Kita perlu menjaga kelestarian alam Puncak sekaligus menghidupkan kembali ekonomi masyarakat. Karena itu, kami berharap ada kepastian dan langkah konkret dari KLH. Masyarakat Puncak akan terus mendukung dan mengawal agar komitmen yang disampaikan Menteri LH bisa ditepati secepat mungkin.” tegasnya
Keputusan ini menegaskan posisi KLH sebagai lembaga yang pro-investasi dan pro-rakyat, tanpa mengabaikan tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan semangat kolaborasi, KLH berupaya menjadikan kawasan Puncak Bogor sebagai model ekowisata berkelanjutan yang inklusif, produktif, dan ramah lingkungan. (Zulfi Kusuma)
BOGOR, lensafokus.id - Banyaknya aksi protes akibat kebijakannya yang dinilai sembrono terkait penyegelan tempat wisata dan usaha di puncak, Bogor dan berdampak terhadap angka pengangguran. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol akhirnya mengevaluasi kebijakan yang ia buat.
Menurutnya, kebijakan yang dibuatnya membawa dampak yang sangat frontal. Untuk itu dirinya sedang menyusun soal bagaimana langkah kementerian LH kedepannya.
"Kemarin ada kehadiran tokoh masyarakat ke rumah dinas menteri untuk membicarakan ini, maka kami akan skenariokan dengan mengundang dan memanggil para owner yang terdampak langsung sehingga tidak lagi melalui perantara-perantara agar tidak simpang siur," katanya.
Namun, kata dia, tetap untuk lingkungan adalah harga mati, tidak boleh ditolak, konsepnya, bilamana pihak kementerian mentolerir dengan memberikan dispensasi keringanan terhadap suatu kasus maka kasus tersebut menimbulkan kerusakan yang sangat besar pada kemudian hari.
"Jadi mari kita berpikir dengan bijak dengan semua sisi, jangan sepihak," katanya usai mengunjungi dapur SPPG di Gang Selot, Kota Bogor, Jumat (17/10/2025).
Terkait pencabutan sanksi, menurutnya sudah ada sebagian tempat usaha sudah dicabut dan bisa beroperasi, namun sisanya belum, masih ditelaah dulu persoalannya.
"Kalau dicabut bukan berarti sanksinya di lepas, masih ada sanksi yang perlu dipenuhi," katanya.
Kata dia, pihaknya harus tetap mengedepankan ketahanan lingkungan. Sebab, setiap ada bencana banjir di kawasan Puncak selalu ada korban jiwa.
"Sudahlah cukup korban yang tiap kali banjir datang ya, ada 17, ada 2 orang, 3 orang selalu meninggal. Apakah kemudian kita kompensasi kan dengan sederhana, dibuka mata kita," tambahnya.
Kementerian Lingkungan Hidup kata dia, berencana akan mengoptimalkan fungsi peningkatan kapasitas lingkungan mulai dari penanaman pohon dan pembuatan embun.
"Karena dari analisa kita, membangun ketahanan lingkungannya lebih utama dulu. Jadi bukan berarti mundur, tapi kita tingkatkan," katanya.
Sementara itu mengenai bangunan-bangunan di kawasan Puncak akan dievaluasi kembali mana yang boleh dan mana yang harus disesuaikan. (Zulfi Kusuma)
Bogor, lensafokus.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman Dan Pertanahan (DPKPP) melakukan pendataan bangunan Pondok Pesantren di wilayah Kabupaten Bogor. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden RI Prabowo Subianto untuk mendata bangunan-bangunan pondok pesantren (ponpes) setelah tragedi runtuhnya musala Ponpes Al Khoziny, di Jawa Timur.
Pendataan dilakukan DPKPP salah satunya melalui UPT Penataan Bangunan I Wilayah Cibinong. Plt. Kepala UPT Penataan Bangunan I Wilayah Cibinong, Yususf menjelaskan melakukan, memasukkan pengawasan dan pendataan bangunan pondok pesantren di wilayah kerjanya.
“Kegiatan ini merupakan tindak lanjut Arahan pimpinan Dinas terkait, sejalan dengan instruksi Presiden tentang pentingnya kelayakan perizinan bangunan pesantren,” jelas Yusuf.
Ia menuturkan, bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari pengawasan rutin. Saat ini pengawasan difokuskan pada pembangunan-pembangunan pondok pesantren di wilayah kerja UPT 1.
“Kami melakukan pendataan dan pengawasan langsung ke lapangan sesuai arahan pimpinan. Langkah awal kami berkoordinasi dengan camat dan lurah karena lokasi pondok pesantren tersebar di berbagai wilayah,” tuturnya.
Yusuf mengungkapkan, wilayah kerja UPT 1 mencakup 13 kecamatan, mulai dari Cibinong hingga Tanjungsari dan Sukamakmur. Di setiap kecamatan, telah ditugaskan petugas pengawas untuk melakukan verifikasi dan pendataan dengan koordinasi bersama pemerintah kecamatan.
“Data awal pondok pesantren diperoleh melalui monografi wilayah di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa. Setelah itu, tim UPT melakukan kunjungan lapangan untuk bersilaturahmi dan melihat langsung kondisi bangunan pesantren,” ungkapnya.
Ia menambahkan, fokus kami memastikan kelengkapan perizinan. Setiap bangunan pondok pesantren harus memiliki PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bila sudah beroperasi. Dengan perizinan yang lengkap, nilai aset pesantren akan lebih terjamin dan memberikan manfaat bagi pemilik maupun pengelola.
“Instruksi pengawasan bangunan pesantren ini juga merupakan langkah antisipatif dari pemerintah, menyusul beberapa kejadian yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Ciomas.Pemerintah daerah akan memberikan pendampingan dan bantuan perizinan bagi pondok pesantren yang belum memiliki legalitas bangunan,” tambah Yusuf.
Yususf berharap, para pengelola pondok pesantren dapat proaktif melengkapi perizinan. Ini bukan hanya untuk kepentingan pemerintah, tetapi untuk keamanan, kenyamanan, dan kepastian hukum bagi pemilik dan santri. Dengan perizinan yang lengkap, pondok pesantren memiliki kepemilikan aset yang jelas. (Merah)
Bogor, lensafokus.id - Bupati Bogor, Rudy Susmanto, melantik sejumlah pejabat administrator, pengawas, serta pejabat fungsional di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, di Gedung Tegar Beriman, Cibinong, Kamis (2/10). Para pejabat yang baru saja dilantik diingatkan agar bekerja dengan hari melayani masyarakat.
Acara pelantikan menghadirkan Wakil Bupati Bogor, Sekretaris Daerah, jajaran Forkopimda, Anggota DPRD Kabupaten Bogor, para tokoh agama, para kepala perangkat daerah, camat, dan jajaran Pemkab Bogor.
Selain itu, Bupati Rudy juga melantik PPPK penuh waktu formasi tahun 2024 tahap II, terdapat juga pelantikan CPNS menjadi PNS Pemkab Bogor, serta menyerahkan Surat Keputusan (SK) CPNS.
Bupati Bogor, Rudy Susmanto menyampaikan Selamat kepada yang baru saja dilantik. Ia berharap, semoga amanah ini dijalankan dengan penuh integritas, dedikasi, profesional, disertai komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Kabupaten Bogor.
“Kepada para pejabat dan ASN yang baru dilantik agar dapat menjaga integritas, menjaga nama baik Kabupaten Bogor, bekerjalah dengan sepenuh hati dalam melayani masyarakat di Kabupaten Bogor,” kata Rudy Susmanto.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bogor, Yunita Mustika Putri menjelaskan, pejabat yang dilantik seluruhnya berjumlah 63 orang terdiri dari Pejabat Administrator 19 orang, Pejabat Pengawas 28 orang, dan Jabatan Fungsional sebanyak 16 Orang. Kemudian, 247 orang PPPK penuh waktu tahap II, 4 orang CPNS menjadi PNS, dan 4 orang CPNS.
“Ada amanah besar yang kita pikul, untuk memperkuat kinerja kinerja Pemkab Bogor dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, serta mendorong percepatan pembangunan di berbagai sektor,” jelas Yunita. (Red)
Bogor, lensafokus.id - Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menutup diri berdialog dengan masyarakat Puncak, Kabupaten Bogor. Usai acara penanaman pohon dan bersih-bersih Sungai Ciliwung, Jumat 3 Oktober 2025, Hanif FaisolDi langsung kabur meninggalkan lokasi acara.
Berdasarkan susunan acara yang tertera dalam surat undangan acara dari KLH yang disebar kepada banyak pihak, acara dimulai pukul 07.00 WIB dengan kegiatan penanaman pohon dan bersih-bersih Sungai Ciliwung bersama sejumlah komunitas dan PLN. Pada pukul 08.30 WIB sampai 09.00 WIB sejatinya Menteri Hanif Faisol membuka ruang dialog dengan penggiat lingkungan dan masyarakat di Pasar Cisarua.

Namun acara dialog mendadak batal. Sejumlah awak media yang mencoba wawancara pun dibatasi oleh para staf Menteri LH yang mengelilingnya.
"Saya termasuk yang diundang. Kami, warga Puncak, sebetulnya ingin berdialog dari hati ke hati dengan Pak Menteri. Kami ingin mempertanyakan sekaligus mendapat jawaban langsung dari Pak Menteri LH terkait ratusan warga yang kehilangan pekerjaan akibat penyegelan banyak tempat usaha di Puncak oleh Menteri LH. Kalau seperti ini, menteri kabur, sama saja tak bertanggungjawab," ungkap Ketua Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), Muhsin, kepada awak media.
Sementara itu, mendapati informasi Menteri LH ke Puncak, lima puluhan warga, pekerja hotel, restoran, dan tempat wisata yang terdampak kebijakan Menteri LH berkumpul di Jembatan Gadog. Sambil membawa karangan bunga dan spanduk berisi protes kebijakan Menteri LH, mereka berharap bisa mencegat kepulangan Menteri dan bisa berdialog.
Menteri LH tak menggubrisnya. Iring-iringan kendaraan Menteri LH terus melaju menerobos kerumunan massa menuju Jalan Tol Jagorawi.
"Setelah mendapat informasi Menteri Hanif Faisol ke Puncak, kami sengaja turun bersama sebagai para korban dari kebijakan pak Menteri. Ternyata aspirasi kami sebagai rakyat tidak digubris sama sekali. Kami tidak akan menyerah, kami akan melakukan aksi lebih besar bila perlu ke Presiden langsung," ujar Asep alias Iyong, salah satu pekerja taman yang terkena PHK akibat hotel tempatnya bekerja di Cisarua, Puncak, Bogor, disegel oleh KLH.
Iyong menegaskan, dirinya bersama 50-an warga menjadi korban PHK dari hotel tempatnya bekerja. "Setelah hotel kami dipasangi plang oleh Menteri LH, tamu banyak yang batal datang dan balik lagi. Akhirnya kami para pekerja yang kena imbasnya terkena pengurangan tenaga kerja. Kami mendukung pelestarian lingkungan hidup tapi tolong pikirkan juga perut kami dan keluarga kami," tegasnya. (Zulfi Kusuma)
Bogor, lensafokus.id - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kekayaan mega-biodiversitas dan budaya terbesar di dunia. Dari potensi hayati, geologi, budaya, hingga bahari dan pesisir, negeri ini menyimpan peluang ekowisata yang sangat berlimpah.
Meski demikian, Prof. Ricky Avenzora, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, menilai perkembangan pariwisata Indonesia selama beberapa dekade terakhir masih belum optimal dan tertinggal dibandingkan negara tetangga.
“Kita memiliki ratusan gunung berapi, garis pantai panjang, satwa endemik seperti gajah, harimau, dan badak, hingga ribuan spesies burung. Semua ini adalah potensi besar, tetapi yang muncul justru konflik antara satwa liar dan manusia,” ujarnya dalam Konferensi Pers Pra-Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, 18 September lalu.
Dalam paparannya berjudul “Retrospeksi Akademis 35 Tahun Pembangunan Ekowisata di Indonesia”, Prof. Ricky, yang akrab disapa Prof. Ara, juga menyoroti kekayaan budaya
Nusantara. Lebih dari 1.300 etnis, ratusan seni bela diri, permainan tradisional, hingga ribuan folklor masih belum tergarap secara serius.
“Penelitian mahasiswa saya di satu kabupaten saja menemukan lebih dari 300 folklor. Bayangkan jika dikalikan dengan 457 kabupaten/kota di Indonesia. Ini bisa menjadi kekuatan besar industri kreatif kita, bahkan menandingi drama Korea,” ungkapnya.

Prof. Ara menilai ada tiga masalah utama dalam pembangunan pariwisata Indonesia:
1. Devisa dan jumlah wisatawan masih kalah dari negara tetangga.
2. Potensi alam dan budaya justru banyak yang mengalami kerusakan.
3. Distribusi manfaat pariwisata yang timpang, di mana kelompok menengah ke atas lebih banyak menikmati keuntungan, sementara masyarakat kecil hanya memperoleh “recehan”.
“Rekreasi dan pariwisata tidak boleh hanya dimaknai sebagai kebebasan perjalanan. Harus diubah menjadi perjalanan berkesadaran ilahiah untuk mencari jati diri sekaligus memberi manfaat bagi semesta. Itulah yang disebut ekowisata,” tegasnya.
Di bidang pendidikan, Prof. Ara menilai pengembangan pariwisata di Indonesia selama ini terlalu terjebak pada skema vokasional. Akibatnya, kompetensi keilmuan tidak komprehensif, yang berimbas pada lemahnya perencanaan dan buruknya kinerja birokrasi.
Sebagai solusi, ia menawarkan sejumlah langkah, antara lain:
● Academic reengineering di bidang kepariwisataan,
● Pergeseran paradigma pembangunan pariwisata, dari sekadar membangun fasilitas untuk turis menjadi pembangunan yang berpihak pada masyarakat lokal,
● Penguatan peran sektor swasta sebagai inkubator bisnis komunal.
Terkait peranan sektor swasta, dalam sesi Pra-Orasi Ilmiah tersebut, Prof. Ara juga menegaskan pentingnya peningkatan peran dan kepastian ekosistem berusaha. Ia menyoroti kasus penyegelan dan pembongkaran terhadap puluhan lokasi wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.
Menurutnya, langkah pemerintah yang menyegel dan mencabut izin usaha wisata belakangan ini cenderung dimaknai sebagai individual over acting (aksi berlebihan secara individual) serta position abuse of power (penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan).
“Intinya tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat. Hal itu sungguh tidak bijak dan sangat merugikan semua pihak secara signifikan. Menurut saya, praktik semacam ini harus segera dihentikan dan tidak boleh diulang oleh siapa pun,” tegasnya.
Ia menambahkan, hak usaha para pengusaha wisata seharusnya dikembalikan, bahkan didukung dan difasilitasi oleh pemerintah daerah maupun pusat. Prof. Ricky menyebut EIGER Adventure Land sebagai salah satu contoh pengusaha yang patut didukung.
“Perlu kita sadari, Indonesia hanya memiliki sedikit sekali pengusaha wisata yang masuk kategori menengah-atas dan konsisten mengembangkan ekowisata. EIGER adalah salah
satunya,” kata Prof. Ricky.
Karena itu, menurutnya, pemerintah semestinya memberi dukungan penuh dalam segala hal. Jika ada kekeliruan atau kekurangan dari pihak swasta, maka sebaiknya diarahkan dan
dibimbing dengan bijak. “Pola hentikan dan bongkar adalah bentuk arogansi jabatan yang secara hukum tidak dibenarkan, serta secara sosial-ekonomi sangat merugikan masyarakat luas dan juga negara,” pungkasnya.
Penulis : Zulfi Kusuma