Subang, lensafokus.id – Bisnis haram peredaran obat-obatan terlarang golongan G, seperti Tramadol dan Hexymer, kini terang-terangan menancapkan kuku di Subang.
Ironisnya, di tengah keresahan masyarakat, Aparat Penegak Hukum (APH) di wilayah ini justru terkesan tutup mata, membiarkan para pengedar merajalela. Kecurigaan makin menguat dugaan kuat adanya campur tangan oknum media yang diduga menjadi tameng kebal hukum bagi para bandar.
Fenomena memuakkan ini mencuat setelah seorang Koordinator Lapangan (Korlap) obat terlarang berinisial ( F ) dengan entengnya mengaku bisnis kotornya sudah dikoordinasikan dengan enam media. Tanpa tedeng aling-aling, F menyebut telah menyerahkan urusan ini kepada berinisial ( I ) saat dikonfirmasi via WhatsApp pada Selasa (22/7/2025).
"Saya sudah koordinasi dengan 6 media, coba saja komunikasi dengannya," ucap F, seolah mengindikasikan dirinya tak tersentuh hukum.
Pernyataan F ini bak petir di siang bolong, memicu pertanyaan besar tentang integritas jurnalisme dan penegakan hukum di Subang. Bagaimana mungkin oknum media, yang seharusnya menjadi garda terdepan pengawas keadilan, justru terlibat dalam praktik kotor melindungi kejahatan.
Praktik beking-membekingi kejahatan, apalagi dengan melibatkan pihak media, adalah ancaman serius bagi moralitas bangsa dan kredibilitas institusi penegak hukum. Ini adalah tamparan keras bagi demokrasi dan keadilan.
Jika terbukti ada oknum media yang terlibat, sanksi tegas harus dijatuhkan. Tak boleh ada lagi celah bagi praktik-praktik ilegal semacam ini untuk terus meracuni generasi muda. Pemberantasan peredaran obat terlarang harus dilakukan hingga ke akar-akarnya, tanpa pandang bulu, dan tanpa ada lagi pihak-pihak yang merasa kebal hukum.
Warga dengan lantang meminta kepada APH di Subang dan Polda Jawa Barat untuk segera bertindak dan memberantas peredaran obat terlarang yang merusak ini. (Tim)
