Tangerang, lensafokus id - Kondisi penampungan sampah di bagian belakang Gedung TCC Cimone, Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, memprihatinkan. Pantauan di lokasi menunjukkan tumpukan sampah yang menggunung dan terkesan tidak terkelola dengan baik, menimbulkan kesan kumuh dan tidak layak.
Kondisi ini diduga kuat akibat kurangnya koordinasi antara pengurus Gedung TCC Cimone dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang terkait pengelolaan sampah, terutama sampah sisa acara hajatan atau pesta yang sering diadakan di gedung tersebut. Ironisnya, baik Gedung TCC maupun DLH merupakan aset Pemerintah Daerah.
Salah seorang petugas kebersihan Gedung TCC yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada awak media bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan sopir truk sampah DLH. Namun, menurut pengakuan petugas kebersihan tersebut, sopir truk menolak mengangkut sampah jika tidak ada "uang pelicin".
"Kami sudah bicara dengan sopir truk DLH, tapi katanya kalau tidak dibayar, mereka tidak mau angkut," ujarnya.
Pengakuan serupa juga dilontarkan oleh seorang sopir truk berplat merah yang juga enggan namanya dipublikasikan. "Kami kalau dibayar sampahnya kami angkut, kalau tidak dibayar buat apa, biarin saja," katanya singkat.
Lebih lanjut, di area penampungan sementara yang berlokasi di belakang gedung sewaan milik Pemda tersebut, terpantau sekitar 18 unit becak motor (bentor) swasta dengan plat hitam hilir mudik mengangkut sampah menuju truk berplat merah milik DLH Kota Tangerang. Kondisi ini diperparah dengan aroma tidak sedap yang tercium saat banyaknya tamu undangan yang melintas di sekitar gedung.

Para sopir bentor swasta tersebut mengungkapkan adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum petugas. Mereka mengaku harus menyetor sejumlah uang kepada sopir truk setiap bulannya.
"Kami setor sama sopir truk per bulan Rp 500 ribu, belum lagi pengeluaran kami untuk kasih rokok dan minum sama pengurus dan kernet sopir truk," ungkap salah seorang sopir bentor swasta.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa bentor swasta tersebut berasal dari wilayah Manis Jaya dan Cibodas. "Ini semua permainan pengawas kepada sopir truk pengangkut sampah," imbuh sopir bentor lainnya.
Kejanggalan semakin mencuat dengan adanya laporan dari sopir bentor swasta yang mengaku membayar antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta per bulan kepada sopir truk sampah. Padahal, gaji sopir truk dan biaya perawatan kendaraan dinas tersebut ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Tumpukan sampah bekas acara di belakang Gedung TCC dibiarkan begitu saja tanpa diangkut. Akibatnya, saat hujan turun, bau busuk menyebar di lingkungan sekitar, terlebih lokasi penampungan sampah tersebut berada tepat di depan Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Karawaci.
Dengan kondisi ini, pihak media mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang untuk segera menertibkan oknum sopir truk dan sopir bentor wilayah barat yang terindikasi melakukan praktik pungli dan menolak mengangkut sampah dari Gedung TCC Cimone. Selain itu, koordinasi yang lebih baik antara DLH dan pengurus Gedung TCC Cimone sebagai sesama instansi Pemerintah Daerah dinilai sangat penting untuk mengatasi permasalahan sampah ini secara efektif dan menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman. (Sumarna)




