Menurut warga, kegiatan ukur ulang tanah ini tidak transparan dan tidak melibatkan warga secara langsung. Warga juga khawatir bahwa kegiatan ini akan mengakibatkan perubahan batas tanah dan mengganggu hak-hak mereka atas tanah.
"Kami tidak setuju dengan kegiatan ukur ulang tanah ini karena tidak ada keterlibatan warga dan tidak transparan," kata Ubed, salah satu warga yang menolak kegiatan tersebut.
Warga juga meminta agar BPN membatalkan kegiatan ukur ulang tanah ini dan melakukan konsultasi dengan warga terlebih dahulu.
"Kami meminta agar BPN membatalkan kegiatan ini dan melakukan konsultasi dengan warga untuk menyelesaikan masalah ini," kata Ubed.

Sementara itu, anggota DPR RI Komisi 2 Rahmat Saleh menanggapi sengketa lahan di Kampung Jengkol. Ia meminta kepada pihak ATR/BPN Kabupaten Tangerang untuk bekerja secara profesional dan transparan, serta tidak merugikan warga.
"Kami selaku anggota DPR tidak akan pernah membela yang salah dan kebenaran harus diungkapkan," paparnya.
Rahmat juga menyoroti masalah sertifikat ganda yang sering terjadi di masyarakat. Ia menegaskan bahwa BPN tidak boleh menerbitkan sertifikat ganda.
"BPN tidak boleh menerbitkan sertifikat ganda, dan ini yang sering terjadi di masyarakat," kata Rahmat.
Ia juga mendengar informasi bahwa ada sengketa lahan di Kampung Jengkol, oleh sebab itu ia langsung turun ke lapangan.
"Dan tanah yang sudah memiliki surat atau dokumen lengkap jangan diukur ulang lagi karena warga sudah memiliki sertifikat," ujarnya.
Rahmat menegaskan pihaknya turun ke lapangan guna mengetahui sengketa tanah di masyarakat. Ia juga berjanji akan terus mengawasi persoalan tanah di lapangan.
"Saya selaku anggota DPR RI Komisi 2 yang bermitra dengan ATR/BPN akan terus mengawasi daripada persoalan tanah di lapangan. Dan juga setiap hari Selasa DPR melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan ATR/BPN," ujarnya. (War/Lingga)