Tangerang, lensafokus.id – Forum Masyarakat Peduli Solear (FMPS) mengadakan diskusi dengan Pos Pantau Dinas Perhubungan (Dishub) terkait maraknya parkir liar dan pelanggaran jam operasional truk. Diskusi yang berlangsung pada Sabtu (31/05/2025) pukul 21.00 WIB di Perumahan Adiyasa ini bertujuan mencari solusi efektif dalam menertibkan kendaraan besar tersebut.
Julaeni, salah satu anggota FMPS dari Desa Cikuya, menyampaikan bahwa forum ini aktif mengumpulkan informasi dan keluhan masyarakat terkait ketertiban umum. "Kami ingin menciptakan masyarakat yang nyaman, kondusif, dan tertib dari semua peraturan," ujarnya.
Ia menyoroti Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 46 dan 47 yang kemudian diubah menjadi Perbup Nomor 12 Tahun 2022, yang dinilai belum terealisasi dan terlaksana dengan baik di lapangan.
Menurut Julaeni, berbagai alasan sering muncul di lapangan, termasuk klaim bahwa truk-truk yang melanggar tersebut merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, ia menegaskan bahwa keresahan masyarakat tidak hanya di Solear, tetapi juga di Cisoka, Pasanggrahan, dan Munjul, sangat "membius" karena dampak buruk yang ditimbulkan oleh pelanggaran aturan truk.
Empat poin utama dampak negatif yang dirasakan masyarakat adalah: polusi, kemacetan, kecelakaan, dan gangguan ketertiban umum. Julaeni juga menyebutkan bahwa kemacetan akibat truk yang parkir di bahu jalan bahkan menyebabkan warga mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sanksi karena terlambat bekerja.

FMPS berharap sinergi antara TNI, Polri, Satpol PP, kecamatan, dan Dishub dapat terjalang secara nyata dalam mengimplementasikan Perbup Nomor 12 terkait jam operasional truk. "Seharusnya dapat bekerja sama untuk mengimplementasikan Perbup di lapangan terkait jam operasional truk. Dalam kata lain tidak hanya omongan mendukung tapi dalam artian realisasi dan praktek di lapangan nya ada," tegas Julaeni.
Di tempat terpisah Kasi Lalin, Jimi, saat dikonfirmasi pada Rabu (28/05/2025), menjelaskan bahwa di wilayahnya memang tidak ada Perbup yang secara spesifik mengatur jam operasional dum truk, namun ada peraturan bupati yang mengatur hal tersebut. "Mereka itu kerap masuk dan menerobos jalan, tapi kami sudah mempersiapkan 13 pos pantau untuk memantau jam operasional mereka," terang Jimi.
Petugas Dishub di lapangan menambahkan bahwa pengawasan sangat sulit dilakukan karena jumlah truk yang banyak berbanding terbalik dengan jumlah personel di pos pantau yang terbatas. "Ketika praktik di lapangan pengawasan itu sangat sulit dikarenakan jumlah mereka banyak dan jumlah orang di pos pantau sedikit sehingga mengakibatkan truk kadang ada yang melanggar aturan," jelasnya.
Senada dengan hal tersebut, Herman dan tiga rekannya dari Pos Pantau Dishub Adiyasa juga mengungkapkan kesulitan di lapangan. "Sering kali ada penyuluhan pelanggaran jam operasional terhadap sopir pengendara dum truk untuk tidak melintas di luar jam operasional, tapi kadang sopir truk esoknya ganti lagi orangnya. Jadi meski ada penyuluhan terhadap beberapa orang, esoknya akan ada lagi orang yang mengantar muatan dengan orang baru," ungkap Herman.
Ia menambahkan, terkadang jumlah mobil sangat banyak sementara hanya ada enam orang di pos pantau, dan kadang ada yang izin sakit, sehingga jumlah personel lebih sedikit dari jumlah truk, membuat pengaturan menjadi sulit dan banyak truk yang menerobos jalan.
Selain itu, Dewo, selaku Ketua FMPS, menegaskan bahwa pembentukan forum ini adalah upaya untuk meminta kerja sama seluruh dinas terkait agar mendengar aspirasi masyarakat Solear demi menghindari dampak signifikan yang lebih buruk di masa mendatang. (Rm)