Print this page

Saksi Sidang BPK: Ade Yasin Tidak Pernah Perintahkan Suap WTP

BANDUNG, lensafokus.id -- Nama Bupati Bogor nonaktif, Ade Yasin kembali muncul dalam sidang empat pegawai BPK Jabar, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Senin (3/10/2022).

Sidang dugaan menerima suap dari Pemkab Bogor terkait perolehan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) itu beragendakan pemeriksaan saksi-saksi.

Adapun saksi yang dihadirkan yakni Rully Faturahman, Kasubag Penatausahaan Keuangan Setda Pemkab Bogor, Andri Hadian, sekertaris BPKAD Kabupaten Bogor, Hani Lesmanawati, Sub Koordinator BPKAD, Wiwin Kabid AKTI Badan Keuangan dan Aset Daerah BPKAD Kabupaten Bogor.

Para saksi itu dihadirkan untuk empat terdakwa dari BPK Jabar yakni Anton Merdiansyah, Kepala Subauditorat Jabar III dan tiga pemeriksa di BPK RI Jabar, masing-masing Arko Mulawan, Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah dan Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.

Salah satu saksi, Rully mengatakan bahwa dirinya tidak pernah diperintahkan oleh Ade Yasin untuk memberikan suap pada para auditor BPK Jabar.

Kepada majelis Hakim, Rully mengaku setiap uang yang diserahkan ke BPK merupakan intruksi dari Ihsan Ayatullah, Kasubag Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Bogor, yang sudah divonis lebih dulu.

Pun demikian saat ditanya Jaksa, Rully mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti, apakah pemberian uang itu merupakan intruksi Ade Yasin atau bukan.

"Sesuai dari BAP 39 saya hanya menerima arahan dari Ihsan bukan dari Ade Yasin," ucapnya.

Rully juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui apakah uang suap tersebut dipakai oleh Kepala BPK Jabar untuk kuliah lagi atau tidak.

"Soal sekolah ketua BPK Jabar saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar," katanya.

Sebelumnya, ke empat auditor BPK Jabar didakwa JPU KPK menerima hadiah atau janji berupa uang berjumlah 1,9 Miliar melalui Ihsan Ayatullah, Maulana Adam dan Rizki Taufik Hidayat pegawai Pemkab Bogor.

Adapun uang itu diterima para terdakwa secara bertahap sejak Oktober 2021 sampai April 2022. Dalam perkara ini, Hendra menerima sebesar Rp520 juta, Anton Rp25 juta dan Rp350 juta, Arko Rp195 juta dan Gerri Rp195 juta.

Para terdakwa diancam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagai mana dakwaan pertama.

Para terdakwa juga dianggap melanggar Pasal 11 jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan kedua.

(Billy Adhiyaksa)

Rate this item
(0 votes)